Sabtu, 26 Oktober 2013

PERCETAKAN AL-QUR'AN

Aspek-Aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Penerbitan al-Qur’an
Presented by: Khoirun nisa’,THK 09 UIN SUKA
A.      Pendahuluan
Penerbitan al-Qur’an merupakan wujud apresiasi dari kegiatan pemeliharaan al-Qur’an seperti yang Allah firmankan dalam Q.S al-Hijr:9, Allah berfirman sebagai berikut :
ÇÒÈ  tbqÝàÏÿ»ptm: ¼çms9 $¯RÎ)ur  tø.Ïe%!$# $uZø9¨tR `øtwU$¯RÎ)
“Kami-lah yang menurunkan adz-dzikr (al-Qur’an) dan Kami juga yang akan menjaga-Nya”
Penggunaan kata “Kami” atau dhomir nahnu dalam ayat di atas mengisyaratkan adanya keterlibatan pihak lain dalam proses pemeliharaannya[1] baik dari para ulama, mufasir, qari’, hufadz serta khotht
Adapun latar belakang penerbitan al-Qur’an antara lain sebagai berikut :
Pertama, untuk menjaga kelestarian al-Qur’an
Kedua, agar umat Islam mudah mengakses al-Qur’an
A.      Aspek-aspek penting dalam penerbitan
1.       Standar Umum Penerbitan al-Qur’an
Sebelum al-Qur’an diterbitkan, terlebih dahulu tim penerbit melakukan tashih terhadap mushaf tersebut. Tashih adalah kegiatan meneliti dan mengoreksi pada naskah yang akan diproduksi,dicetak, diterbitkan dan diedarkan.Pemeriksaan dilakukan terhadap kebenaran dan ketepatan penulisan , terjemahan, transliterasi ayat al-Qur’an dan tafsirnya.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam tashih antara lain :
a)     Rasm
Rasm merupakan bentuk masdar dari kata kerja rasama-yarsamu  yang artinya menggambar atau melukis. Al-Rasm memiliki makna dasar al-ithr (bekas) sehingga kata tersebut menunjukan bahwa seseorang yang menulis akan meninggalkan bekas tulisannya.[2]

Rasm dianggap salah satu aspek penting yang harus diperhatikan sebelum penerbitan al-Qur’an tersebut karena jika tidak konsisten dengan suatu rasm maka penerbit tersebut akan dinilai tidak memiliki standar yang jelas dan akan membingungkan bagi pembacanya.
Dalam penulisan kata atau ungkapan berbahasa Arab dikenal ada tiga bentuk tulisan (Rasm) yaitu :[3]
Pertama,al-Rasm al-Qiyasi adalah bentuk tulisan yang menyelaraskan antara penulisan kata denagn pengucapannya dengan memperhatikan saat memulai dan berhentinya. Misalnya : ketika menulis kata انا tetap ditulis dengan tulisan tersebut meskipun ketika dilanjutkan dengan kata berikutnya,alif tidak diucapkan karena dibaca pendek (al-qasr)
Kedua, al-Rasm al-‘aruddi adalah pola penulisan yang mempertimbangkan atau menyesuaikan dengan pola-pola baku syair bangsa Arab (wazan
Ketiga, al-Rasm al-‘Uthmani yaitu cara penulisan kata dalam al-Quran yang mendapat persetujuan dari ketika masa kodifikasi al-Qur’an. bentuk rasm (tulisan) yang dikhususkan dalam menulis huruf-huruf dalam al-Qur’an dan kalimat-kalimatnya sesuai dengan tulisan al-Qur’an yang tersebar disetiap tempat  yang kemudian di kumpulkan pada periode Utsman bin ‘Affan r.a.  Bentuk rasm ini dinamakan dengan rasm al-Usmani , karena dinisbatkan kepada sahabat Utsman bin ‘Affan r.a, bukan hanya karna ibtikar nya dan perbedaan-perbedaan  pada rasm yang telah sempurna sesudah Nabi Saw.
b)     Qira’at
Qira’at adalah ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan kata al-Qur’an baik penyampainya disepakati maupun yang masih di perdebatkan dengan menisbahkan setiap versi kepada seorang imam.
Menentukan qiraat siapa sebelum menerbitkan al-Qur’an  juga merupakan aspek yang harus diperhatikan karena qira’at memberikan pengaruh dalam tiga aspek yaitu :
Pertama, subtansi lafal. Dalam kategori ini tercakup beberpa hal seperti hadzf (pembuangan huruf) misalnya dalam Q.S. Ali Imron :133.Riwayat Hafs dari qira’ah Asim membacanya ”#þqããÍ$yur” sedangkan riwayat Warsh  dari riwayat Nafi’ membacanya tanpa hurus wawu (#þqããÍ$y)
Kedua, Berkaitan dengan tanda baca seperti perbedaan tahrik. Misalnya dalam Q.S. al-Baqarah :83 menurut Ibnu Kathir, Abu Amr,’Asim dan Ibn ‘Amr dibaca dhommah pada huruf ha’ dan sukun pada huruf sin sehingga menjadi “$YZó¡ãm¨$¨Y=Ï9  ø(#qä9qè%ur “ sementara Hamzah dan al-Kisai membaca fathah pada huruf ha’ dan sin
Ketiga, Berkaitan dengan pelafalan atau cara baca. Misalnya 4ÓyÕÒ9$#ur dibaca imalah atau bukan imalah.
c)      Tanda Waqaf
Tim pentashih juga harus memperhatikan tanda waqaf dalam sebuah mushaf karena kesalahan dalam peletakan tanda waqaf  berimplikasi pada kesalahan makna al-Qur’an. Adapun Mushaf standar Indonesia menyederhanakan penggunaan tanda waqaf dalam al-Quran dari 12 menjadi 7 macam yaitu :
1)     Mim ( م ) menunjukan waqaf lazim yang berarti pembaca harus berhenti dan tidak boleh melanjutkan dan tidak boleh melanjutkan.
2)     Jim (ج) menunjukan waqaf  jaiz yang berarti boleh memilih antara melanjutkan bacaan atau berhenti.
3)     Qaf, lam ya’ (قلي) menunjukan tanda lebih untuk berhenti
4)     Sad lam ya (صلي) menunjukan tanda lebih baik melanjutkan
5)     Lam alif (لا  ) menunjukan tidak boleh berhenti ketika membaca kecuali pada fasilah
6)     Tanda titik tiga adalah kebolehan memilih waqaf pada salah satu dari tiga tanda tersebut dan tidak boleh waqaf  ditempat lain.
7)      Sin untuk saktah yaitu berhenti sebentar tanpa mengambil nafas kembali saat membaca.
d)     Ilmu bantu dalam penafsiran al-Qur’an
Sampai saat ini, banyak sekalian variasi edisi al-Qur’an. Salah satunya adalah al-Qur’an yang menggunakan tafsir di pinggir ayat. maka dari itu, seorang pentashih harus memiliki banyak pengetahuan dalam asbabun nuzul,munasabah, makki-madani,nasikh mansukh, kaedah penafsiran dan lainnya.
e)     Kaedah bahasa
Dari sekian banyak edisi yang beredar, muncul edisi al-Qur’an terjemahan. Tujuan dari edisi ini adalah memudahkan umat Islam dalam memahami kandungan al-Qur’an. Jadi, tim pentashih harus memperhatikan juga kaedah Bahasa target, misalnya di Indonesia, tim pentashih harus menguasai Kaidah Bahasa Indonesia dan ejaan yang disempurnakan (EYD). Hal ini, dimaksudkan untuk menghindari kerancuan bahasa serta penulisan bahasa terjemah sehingga tidak menyebabkan kesalahapahaman.
2.      Hak Kreasi penerbit  
a)     Khot
Pemilihan khot dalam sebuah mushaf juga merupakan aspek penting karena khot juga mempengaruhi bacaan. Pada awalnya, al-Qur’an ditulis menggunakan khot kufi,akibatnya hanya orang yang hafal al-Qur’an saja yang bisa membaca sedangkan umat Islam yang baru belajar sering mengalami kekeliruan maka dari itu, timbul inisiatif untuk memberikan harokat. Pada fase Selanjutnya, mayoritas mushaf ditulis dengan menggunakan khot naskhi karena khot ini memiliki karakter yang mudah dibaca. Hal ini dikarenakan khot naskhi memiliki harokat,titik dan hurufnya jelas.
Para pemerhati Khat Arab mengatakan bahwa khat adalah sesuatu yang bisa mengungkapkan realitas (keadaan) bunyi/suatu di kalangan Arab yang merupakan usaha-usaha untuk membukukannya. Ada pula yang mengatakan bahwa khat adalah penggambaran (penulisan)  suatu lafadz dengan huruf-huruf ejaan (hija’iyah), penyesuaian antara tulisan dengan ucapan/pembacaannya dalam kriteria dan jumlah huruf-hurufnya yang bisa diketahui dengan adanya waqaf dan ibtida.
Semua itu karena tulisan adalah suatu usaha dalam memindahkan (menterjemahkan)  suara dan bunyi dalam pendengaran menjadi suatu bentu yang tertuli, atau sutu bentuk usaha peminahan bahasa setelah waktu diucapkan
Di Indonesia, hampir semua mushaf al-Qur’an menggunakan bentuk tulisan khot naskhi hal ini,dikarenakan Indonesia membuat mushaf standar yang mana salah satu cirinya adalah menggunakan khot naskhi. Menteri Agama Mukti Ali dulu berpesan agar tulisan yang dipakai tidak terlalu gendut seperti model Bombay dan tidak terlalu kurus seperti model Mesir. Menurut penulis, pemilihan khot naskhi ini juga bertujuan untuk menghindari penulisan huruf dan kata yang bertumpuk-tumpuk atau berhimpitan sehingga menyulitkan pembaca dan berakibat kesalahan baca. 
b)     Warna tinta
Selain al-Qur’an tafsir serta al-Qur’an terjemah, muncul edisi al-Qur’an dengan nama “al-Qur’an Hafalan”[4] dimana dalam mushaf ini awal ayat diberi warna merah untuk memudahkan para penghafal dalam mengingat ayat per ayat , edisi “al-Qur’an tajwid dan terjemah”[5] dimana edisi ini menggunakan berbagai warna seperti merah,biru,hijau untuk menunjukan tajwidnya,  serta “edisi tematik al-Qur’an” misalnya al-Qur’an al-Tauhid, dalam edisi ini penerbit memberikan warna tertentu pada pada ayat-ayat bernuansa tauhid.
c)      Cover
Pemilihan cover biasanya disesuaikan dengan konsumen yang dituju. Misalnya, sekarang muncul al-Qur’an for Women maka penerbit memilih warna-warna yang biasanya mengindikasikan jiwa feminis seperti pink dan ungu.



[1] Nur Mahmudah, Tashih Mushaf,(Kudus :Nora Media Enterprise,2011),hlm.4 
[2] Nur Mahmudah, Tashih Mushaf………………….hlm.5
[3] Nur Mahmudah, Tashih Mushaf………………….hlm.7
[4] Al-Qur’an Hafalan adalah al-Qur’an terbitan al-Mahira, Jakarta yang dicetak pertama kali pada bulan Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar