Aspek-Aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Penerbitan
al-Qur’an
Presented by: Khoirun nisa’,THK 09 UIN SUKA
A. Pendahuluan
Penerbitan al-Qur’an merupakan wujud apresiasi dari kegiatan
pemeliharaan al-Qur’an seperti yang Allah firmankan dalam Q.S al-Hijr:9, Allah
berfirman sebagai berikut :
ÇÒÈ tbqÝàÏÿ»ptm: ¼çms9 $¯RÎ)ur tø.Ïe%!$# $uZø9¨tR `øtwU$¯RÎ)
“Kami-lah yang menurunkan adz-dzikr (al-Qur’an) dan Kami
juga yang akan menjaga-Nya”
Penggunaan kata “Kami” atau dhomir nahnu dalam ayat
di atas mengisyaratkan adanya keterlibatan pihak lain dalam proses
pemeliharaannya[1]
baik dari para ulama, mufasir, qari’, hufadz serta khotht
Adapun latar belakang penerbitan
al-Qur’an antara lain sebagai berikut :
Pertama, untuk
menjaga kelestarian al-Qur’an
Kedua, agar
umat Islam mudah mengakses al-Qur’an
A. Aspek-aspek penting dalam
penerbitan
1. Standar Umum Penerbitan al-Qur’an
Sebelum al-Qur’an diterbitkan, terlebih
dahulu tim penerbit melakukan tashih terhadap mushaf tersebut. Tashih
adalah kegiatan meneliti dan mengoreksi pada naskah yang akan
diproduksi,dicetak, diterbitkan dan diedarkan.Pemeriksaan dilakukan terhadap
kebenaran dan ketepatan penulisan , terjemahan, transliterasi ayat al-Qur’an
dan tafsirnya.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam tashih antara
lain :
a) Rasm
Rasm merupakan bentuk masdar dari kata
kerja rasama-yarsamu yang artinya
menggambar atau melukis. Al-Rasm memiliki makna dasar al-ithr (bekas)
sehingga kata tersebut menunjukan bahwa seseorang yang menulis akan
meninggalkan bekas tulisannya.[2]
Rasm dianggap salah satu aspek penting
yang harus diperhatikan sebelum penerbitan al-Qur’an tersebut karena jika tidak
konsisten dengan suatu rasm maka penerbit tersebut akan dinilai tidak memiliki
standar yang jelas dan akan membingungkan bagi pembacanya.
Dalam penulisan kata atau ungkapan
berbahasa Arab dikenal ada tiga bentuk tulisan (Rasm) yaitu :[3]
Pertama,al-Rasm al-Qiyasi adalah bentuk tulisan yang menyelaraskan antara penulisan
kata denagn pengucapannya dengan memperhatikan saat memulai dan berhentinya.
Misalnya : ketika menulis kata انا tetap ditulis dengan tulisan tersebut meskipun ketika
dilanjutkan dengan kata berikutnya,alif tidak diucapkan karena dibaca pendek (al-qasr)
Kedua, al-Rasm
al-‘aruddi
adalah pola penulisan yang mempertimbangkan atau menyesuaikan dengan pola-pola
baku syair bangsa Arab (wazan
Ketiga, al-Rasm al-‘Uthmani yaitu cara penulisan kata dalam
al-Quran yang mendapat persetujuan dari ketika masa kodifikasi al-Qur’an. bentuk rasm (tulisan) yang dikhususkan
dalam menulis huruf-huruf dalam al-Qur’an dan kalimat-kalimatnya sesuai dengan
tulisan al-Qur’an yang tersebar disetiap tempat yang kemudian di kumpulkan pada periode
Utsman bin ‘Affan r.a. Bentuk rasm ini
dinamakan dengan rasm al-‘Usmani , karena dinisbatkan kepada
sahabat Utsman bin ‘Affan r.a, bukan hanya karna ibtikar nya dan perbedaan-perbedaan pada rasm yang telah sempurna sesudah Nabi
Saw.
b)
Qira’at
Qira’at adalah ilmu yang membahas tentang
tata cara pengucapan kata al-Qur’an baik penyampainya disepakati maupun yang
masih di perdebatkan dengan menisbahkan setiap versi kepada seorang imam.
Menentukan qiraat
siapa sebelum menerbitkan al-Qur’an juga
merupakan aspek yang harus diperhatikan karena qira’at memberikan pengaruh
dalam tiga aspek yaitu :
Pertama, subtansi lafal. Dalam kategori ini
tercakup beberpa hal seperti hadzf (pembuangan huruf) misalnya dalam
Q.S. Ali Imron :133.Riwayat Hafs dari qira’ah Asim membacanya ”#þqããÍ$yur” sedangkan riwayat Warsh
dari riwayat Nafi’ membacanya tanpa hurus wawu (#þqããÍ$y)
Kedua, Berkaitan
dengan tanda baca seperti perbedaan tahrik. Misalnya dalam Q.S.
al-Baqarah :83 menurut Ibnu Kathir, Abu Amr,’Asim dan Ibn ‘Amr dibaca dhommah
pada huruf ha’ dan sukun pada huruf sin sehingga menjadi “$YZó¡ãm¨$¨Y=Ï9 ø(#qä9qè%ur “
sementara Hamzah dan al-Kisai membaca fathah pada huruf ha’ dan sin
Ketiga, Berkaitan
dengan pelafalan atau cara baca. Misalnya 4ÓyÕÒ9$#ur dibaca imalah atau bukan imalah.
c) Tanda Waqaf
Tim pentashih juga harus memperhatikan tanda waqaf dalam
sebuah mushaf karena kesalahan dalam peletakan tanda waqaf berimplikasi pada kesalahan makna al-Qur’an.
Adapun Mushaf standar Indonesia menyederhanakan penggunaan tanda waqaf dalam
al-Quran dari 12 menjadi 7 macam yaitu :
1) Mim ( م ) menunjukan waqaf lazim yang berarti pembaca harus
berhenti dan tidak boleh melanjutkan dan tidak boleh melanjutkan.
2) Jim (ج) menunjukan waqaf jaiz
yang berarti boleh memilih antara melanjutkan bacaan atau berhenti.
3) Qaf,
lam ya’ (قلي) menunjukan tanda lebih untuk berhenti
4) Sad
lam ya (صلي) menunjukan tanda lebih baik melanjutkan
5) Lam
alif (لا ) menunjukan tidak boleh berhenti ketika
membaca kecuali pada fasilah
6) Tanda titik tiga adalah
kebolehan memilih waqaf pada salah satu dari tiga tanda tersebut dan tidak
boleh waqaf ditempat lain.
7) Sin untuk saktah yaitu berhenti sebentar
tanpa mengambil nafas kembali saat membaca.
d)
Ilmu bantu dalam penafsiran
al-Qur’an
Sampai saat ini, banyak sekalian
variasi edisi al-Qur’an. Salah satunya adalah al-Qur’an yang menggunakan tafsir
di pinggir ayat. maka dari itu, seorang pentashih harus memiliki banyak
pengetahuan dalam asbabun nuzul,munasabah, makki-madani,nasikh mansukh,
kaedah penafsiran dan lainnya.
e)
Kaedah bahasa
Dari sekian banyak edisi yang beredar,
muncul edisi al-Qur’an terjemahan. Tujuan dari edisi ini adalah memudahkan umat
Islam dalam memahami kandungan al-Qur’an. Jadi, tim pentashih harus
memperhatikan juga kaedah Bahasa target, misalnya di Indonesia, tim pentashih
harus menguasai Kaidah Bahasa Indonesia dan ejaan yang disempurnakan (EYD). Hal
ini, dimaksudkan untuk menghindari kerancuan bahasa serta penulisan bahasa
terjemah sehingga tidak menyebabkan kesalahapahaman.
2.
Hak Kreasi penerbit
a) Khot
Pemilihan khot dalam sebuah mushaf juga
merupakan aspek penting karena khot juga mempengaruhi bacaan. Pada awalnya,
al-Qur’an ditulis menggunakan khot kufi,akibatnya hanya orang yang hafal
al-Qur’an saja yang bisa membaca sedangkan umat Islam yang baru belajar sering
mengalami kekeliruan maka dari itu, timbul inisiatif untuk memberikan harokat.
Pada fase Selanjutnya, mayoritas mushaf ditulis dengan menggunakan khot naskhi
karena khot ini memiliki karakter yang mudah dibaca. Hal ini dikarenakan khot
naskhi memiliki harokat,titik dan hurufnya jelas.
Para
pemerhati Khat Arab mengatakan bahwa khat adalah sesuatu yang bisa mengungkapkan
realitas (keadaan) bunyi/suatu di kalangan Arab yang merupakan usaha-usaha
untuk membukukannya. Ada pula yang mengatakan
bahwa khat adalah
penggambaran (penulisan) suatu lafadz
dengan huruf-huruf ejaan (hija’iyah), penyesuaian antara tulisan dengan
ucapan/pembacaannya dalam kriteria dan jumlah huruf-hurufnya yang bisa
diketahui dengan adanya waqaf dan ibtida.
Semua
itu karena tulisan adalah suatu usaha dalam memindahkan (menterjemahkan) suara dan bunyi dalam pendengaran menjadi
suatu bentu yang tertuli, atau sutu bentuk usaha peminahan bahasa setelah waktu
diucapkan
Di Indonesia, hampir semua
mushaf al-Qur’an menggunakan bentuk tulisan khot naskhi hal
ini,dikarenakan Indonesia membuat mushaf standar yang mana salah satu cirinya
adalah menggunakan khot naskhi. Menteri Agama Mukti Ali dulu berpesan agar
tulisan yang dipakai tidak terlalu gendut seperti model Bombay dan tidak
terlalu kurus seperti model Mesir. Menurut penulis, pemilihan khot naskhi ini
juga bertujuan untuk menghindari penulisan huruf dan kata yang bertumpuk-tumpuk
atau berhimpitan sehingga menyulitkan pembaca dan berakibat kesalahan baca.
b)
Warna tinta
Selain al-Qur’an tafsir serta
al-Qur’an terjemah, muncul edisi al-Qur’an dengan nama “al-Qur’an Hafalan”[4]
dimana dalam mushaf ini awal ayat diberi warna merah untuk memudahkan para
penghafal dalam mengingat ayat per ayat , edisi “al-Qur’an tajwid dan terjemah”[5]
dimana edisi ini menggunakan berbagai warna seperti merah,biru,hijau untuk
menunjukan tajwidnya, serta “edisi
tematik al-Qur’an” misalnya al-Qur’an al-Tauhid, dalam edisi ini penerbit
memberikan warna tertentu pada pada ayat-ayat bernuansa tauhid.
c)
Cover
Pemilihan cover
biasanya disesuaikan dengan konsumen yang dituju. Misalnya, sekarang muncul al-Qur’an
for Women maka penerbit memilih warna-warna yang biasanya mengindikasikan
jiwa feminis seperti pink dan ungu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar